Review Buku Going Offline Karya Desi Anwar

Halo teman-teman, Apa kabar kalian? Semoga selalu dalam keadaan baik yaa. kali ini aku mau review salah satu buku yang menarik banget, judulnya Going Offline. 

“Jarang sekali kita terlibat dalam percakapan sebenarnya, kalaulah itu ada, kita Bersama-sama, tetapi terpisahkan”

Itu adalah  salah satu kalimat dari salah satu chapter dibuku ini yang berjudul seni bercakap-cakap. 

Sebelum membahas itu, kita akan melihat kembali ke judulnya yaitu “Going Offline”. Jadi, apakah pada akhirnya kita akan disarankan untuk menjadi offline? rasanya agak sulit ya,  karena ada banyak hal indah yang didapatkan secara online, bukan?. Sekarang ini gawai kita udah jadi benda yang sangat dekat dengan kita melebihi apapun. Bahkan ada perasaan kehilangan sewaktu kita gak ada didekatnya., karna kita menggenggam bagaikan hidup kita akan terasa sangat hampa tanpa itu. Namun, kita memang perlu untuk going offline dan melakukan berbagai aktivitas-aktivitas lain yang begitu jelas dituliskan dalam buku ini. Banyak kegiatan yang bisa memberikan makna dalam hidup kita, mengapresiasi hidup, alam, manusia, dan segala keindahan didalalamnya. 

Tapi yang paling pertama, mau review tentang covernya dulu, tulisan dan tampilannya. Dari segi warna cover, yang untuk versi terjemahan, warnanya kuning gading, cukup cantik dan soft dengan gambar ilustrasi tanaman warna putih, lalu tampilan tulisan untuk cover depan nya enak dilihat, gak membosankan. Di bagian dalam nya juga setiap sub judul dikasi ilustrasi gambar dan quote, Namun untuk alignment tulisannya hanya rata kanan, jadi agak sedikit kurang menyenangkan, tapi yang terbiasa sama alignment itu, mungkin tidak masalah ya. 

Baiklah 

Jadi, sebenarnya isi buku ini tentang apa sih?

Okay, isinya sangat-sangat detail dalam membahas berbagai hal yang memang pada akhirnya bisa membuat kita ingin going offline secara sukarela tanpa merasa disuruh oleh mbak desi ini. Memang bukan sedrastis letakkan handphone dan jangan sentuh sampai 2 jam kedepan, tapi lebih ke bagaimana kita menyadari jumlah waktu kita untuk hal yang nyata dan maya. Dan saat menyadari itu, rasanya kita akan benar-benar menjadi tuan atas gawai kita itu. kita akan tau kapan saatnya berhenti dan kapan kita harus kembali lagi, setidaknya kita menjadi punya alasan untuk berhenti sejenak, karena mungkin selama ini kita memang menyadari bahwa kita terlalu terikat dengan gawai dan ingin sejenak menghela nafas, namun belum menemukan alasan yang cukup kuat untuk itu, nah buku ini akan cukup baik untuk menuntun kita menemukan alasannya.   

Buku ini terdiri dari dua bagian besar yaitu, 

Bagian 1 : Seni mengapresiasi hidup

Bagian 2 : Seni kehidupan

Setiap judul dalam bagian itu diisi dengan cerita yang dikemas dengan sangat menarik dan mudah dipahami. Banyak kalimat yang membuat tertampar juga. Sebelum penulis memberikan pesan, terlebih dahulu disampaikan cerita-cerita dan pengalaman pribadi yang membuat kita juga tidak akan merasa digurui atau disuruh-suruh tapi lebih ke belajar bersama. Ini adalah hal yang tidak terlalu banyak ditemukan dalam buku self improvement. Jadi pemisalannya, jika dibuku self improvement biasanya dikatakan “you have to be ambitious” dan di buku ini dikatakan “why we have to be ambitious”. Setiap orang tentu memiliki selera dan persepsi yang beragam ya pastinya, tapi aku lebih suka gaya penyampaian yang seperti di buku ini. 

Secara keseluruhan, dalam buku ini dibahas tentang bagaimana sebaiknya kita menghidupi kehidupan yang semakin lama berubah menjadi serba online yang turut memengaruhi pola tingkah laku manusinya juga. Perihal yang dibahas seperti, minimalism, mindfulness, self-Love, dan awareness.  Disini aku mendapat pelajaran untuk mengapresiasi kehidupan dan ingin menjadi seseorang yang benar-benar hidup dalam kehidupan sendiri. Perkembangan zaman ini membuat kita jadi bingung terkadang, karna terlalu banyak hal yang menimpa kita, terlalu banyak disodorkan dengan konten-konten diluar sana, sampai akhirnya kita lupa dengan hidup kita, hanya mengamati kehidupan orang lain. 



Jadi ayo lanjutkan kisahmu. Kamu adalah pemeran utamanya, bagaimana mungkin kita gak menyadari itu, dan malah terlalu lama hanyut didunia maya dengan mengamati cerita orang lain. Banyak hal positif yang kita dapat tentunya, tapi secara gak sadar perlahan kita menjadi manusia yang lebih suka sesuatu yang serba instan, merasa buruk dengan sesuatu yang “lambat”, sering merasa kawatir, merasa takut dikucilkan seperti pengertian FOMO (Fear of Missing Out), merasa takut menjadi berbeda, overthinking, bahkan akhirnya kita hanya mahir berkomentar tanpa berkreasi.


Seperti quote yang paling atas,

“Jarang sekali kita terlibat dalam percakapan sebenarnya, kalaulah itu ada, kita Bersama-sama, tetapi terpisahkan”

Begitulah seni bercakap-cakap yang banyak ditemui sekarang ini. Kita Bersama tetapi terpisahkan. Jujur, itu sangat menyedihkan. Begitulah lama kelamaan cara kita bersosialisasi berubah. 

Jadi, buat kalian yang ingin merasakan kehidupan yang nyata lebih banyak daripada kehidupan maya, yang ingin kembali berkomitmen dan berdisiplin untuk dirinya sendiri, yang ingin lebih mencintai dirinya dan hidupnya, yang ingin melanjutkan kisahnya dan peran nya di dunia nyata, ingin bersosial dengan lebih baik,  boleh banget dibawa ya bukunya. Cukup ringan untuk dibaca, dan banyak nilai yang bisa diambil dan diterapkan. 

“Ketika rasa aman kita dapatkan dari pengakuan orang lain terhadap Tindakan kita, maka makna keberadaan diri kita tergantung dari persetujuan orang itu terhadap kita”. 

Mau sampe kapan kita hidup karna butuh pengakuan? Memang terkadang agak sulit keluar dari itu, tapi pasti bisa kan, ayo kita niatkan pelan-pelan. Ayo bahagiakan diri sendiri, banggakan diri sendiri. 

Mari kita sukses versi diri kita masing-masing. Karna dibuku ini mba desi juga bilang:

“Namun, bagi saya, ukuran kesuksesan bergantung pada apakah saya sudah benar-benar melakukan apa pun yang saya tetapkan, menyelesaikan apa pun yang sudah saya niatkan--menjalani hidup seperti yang kita rancang dan menyelaraskan tindakan dengan pikiran dan kata-kata, apa pun yang terjadi.” 

Satu lagi kalimat yang menyentuh dari buku ini adalah “Masa kini adalah karunia kita yang paling agung.” Jadi, ayo kita apresiasi hidup kita, setiap momen kita, karna itu adalah karunia. Sama-sama belajar dan lebih baik ya. 

Sekian dulu ya teman-teman, kalo ada kritik, saran atau pertanyaan boleh di kolom komentar atau DM Instagram Jomopedia ya. terimakasih 😉

Salam Jomopedia ❤




Written by: Rama



 





Comments

  1. Bagus banget review nya kak, jadi pengen beli bukunya huhu🥺

    ReplyDelete
  2. Link beli bukuny ka?

    ReplyDelete

Post a Comment